Saturday, January 16, 2016

MAKALAH “ALAT TANGKAP PUKAT PANTAI”



MAKALAH
 “ALAT TANGKAP PUKAT PANTAI”

Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Dasar-Dasar Penangkapan
Yang di ampuh oleh ibu Hj. Sitti Nursinar, S.Pi. M.Si

OLEH
KELOMPOK 6 :
1.     Aswin Idris Usman
2.     Vikran Wolinelo
3.     Zulkifli Bangko


       


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
DESEMBER 2015

KATA PENGENTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena atas perkenan-Nya, kami dapat menyusun “Makalah Dasar-Dasar Penangkapan yang berjudul Alat Tangkap Pukat Pantai”.Makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah dasar-dasar penangkapan. Makalah ini dibuat untuk lebih mempermudah kita dalam belajar.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari dukungan beberapa pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
 Kami telah berusaha semaksimal mungkin demi kesempurnaan makalah ini namun kami mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penyusunan makalaah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan ataupun tambahan dalam penyusunan makalah berikutnya.


GORONTALO, 06 Desember  2015

penyusun

 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pukat pantai atau beach seine adalah salah satu jenis alat tangkap yang masih tergolong kedalam jenis alat tangkap pukat tepi. Dalam arti sempit pukat pantai yang dimaksudkan tidak lain adalah suatu alat tangkap yang bentuknya seperti payang, yaitu berkantong dan bersayap atau kaki yang dalam operasi penangkapanya yaitu setelah jaring dilingkarkan pada sasaran kemudian dengan tali panjang (tali hela) ditarik menelusuri dasar perairan dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai. Pukat pantai juga sering disebut dengan krakat. Di beberapa daerah di jawa juga dikenal dengan nama “puket”, “krikit”, dan atau “kikis”.
Daerah penyebaran alat tangkap pukat panta terdapat hampir di seluruh daerah perikanan laut Indonesia, walaupun di tiap daerah punya nama dan ciri tersendiri, namun hal ini pada dasarnya hanya bertujuan untuk memudahkan pengenalan alat tangkap ini di masing-masing daerah. Misalnya alat tangkap pukat pantai yang beroperasi di teluk Segara Wedi yang labih dikenal dengan krakat prigi karena terdapat di perairan prigi kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Krakat ini sudah digunakan untuk menangkap ikan sejak jaman belanda atau sekitar tahun 30-an. Pada masa itu harga bahannya masih relative mahal, oleh karena itu baru para pegawai pemerintah Hindia Belanda saja yang memiliki. Sedangkan bahan untuk membuatnya pun masih sederhana, alat ini pada masa itu terbuat dari benang kapas dicampur dengan getah bakau pada bagian jaringnya, dan tali penarik terbuat dari penjalin dengan daya awet alat yang hanya dapat mencapai kurang labih selama 2 tahun.
Daerah penangkapan yang bertambah luas dan jauh jaraknya disebabkan dengan adanya persaingan dengan alat tangkap pukat cincin dan payang yang beroperasi di perairan yang sama sehingga jumlah ikan menjadi terbatas. Selain itu derasnya erosi di wilayah pesisir karena kurangnya pelindung menyebabkan perairan pantai terdekat menjadi dangkal.
Bagian pelampung pada pukat pantai pada masa pemerintahan Hindia Belanda itu masih terbuat dari kayu dan pemberatnya dari batu dan tanah liat yang dibakar, tatapi sekarang sudah berkembang menjadi bahan sintetis karena lebih awet dan mudah perawatanya. Jumlah pemilik pukat pantai dan nelayan buruh yang mengoperasikan juga bertambah banyak dan terus berkembang.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. apa yang di maksud dengan alat tangkap pukat pantai
2. bagaimana cara mengoprasikan alat tangkap pukat pantai
3. apa saja jenis ikan yang tertangkap
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini selain mengerjakan tugas mata kuliah dasar-dasar penangkapan ikan, yaitu untuk mengetahui lebih lanjut dan memahami alat tang kap pukat pantai, cara pengoprasian, dan ikan yang dapat ditangkap oleh alat tangkap pukat pantai tersebut.





 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi pukat pantai
Pada prinsipnya krakat atau pukat pantai terdiri dari bagian bagian seperti : kantong, sayap atau kaki dan tali panjang (slambar, hauling line). Bagian kantong berbentuk kerucut, bisa dibuat dari bahan waring, katunmaupun bahan sintetis seperti waring karuna, nilon, dan bahan dari plastik. Pada mulut di kantong kanan-kirinya dihubungkan dengan kaki atau sayap, sedang pada bagian ujung belakang yang disebut ekor diberi tali yang dapat dengan mudah dibuka dan diikatkan untuk mengeluarkan hasil tangkapn. Bagian kaki atau sayap dibuat dari bahan benang katun atau bahan sintetis lainnya. Besar mata bagian kaki bervariasi mulai dari 6,5 cm pada ujung depan dan mengecil pada bagian pangkalnya. Pada bagian ujung depan kaki diberi atau dihubungkan dengan kayu cengkal (brail or preader). Pada tiap ujung kaki, yaitu pada ris atas dan bawah diikatkan tali yang telah diikatkan pada kayu cengkal kemudian disambungkan dengan tali hela (tali slambar, hauling line) yang panjang dan dapat dibuat menurut kebutuhan. Pada bagian atas mulut dan kaki diikatkan pelampung. Ada tiga macam pelampung yang sering digunakan yaitu: pelampung raja, pelampung biasa dan pelampung. Sedangkan pada ris bawah diikatkan dua macam pemberat yaitu dari timah dan pemberat dari rantai besi yang jarak antara satu dengan yang lainnya saling berjauhan.




Gambar. pukat pantai
Pukat pantai terdiri dari tiga bagian penting yaitu kantong (bag), badan (shoulder) dan sayap (wings). Masing-masing bagian masih terdiri atas beberapa sub bagian lagi.
1. Sayap (Wings)
Sayap merupakan perpanjangan dari bahan jaring, berjumlah sepasang terletak pada masing-masing sisi jarring. Masing-masing sayap terdiri atas:
1. Ajuk-ajuk, yang berada di ujung depan dan biasanya terbuat dari polyethyline
2. Gembungan, yang terdapat di tengah dan biasanya juga terbuat dari polyethyline.
3. Clangap, yang berada di dekat badan dan biasanya juga terbuat dari polyethyline atau bahan sintetis lainnya.
2. Kantong (Bag)
Kantong berfungsi sebagai tampat ikan hasil tangkapan, berbentuk kerucut pada ujungnya diikat sebuah tali sehingga ikan-ikan tidak lolos. Biasanya masih dibantu dengan kebo kaos untuk membantu menampung hasil tangkapan. Kantong terdiri atas bagian-bagian yang mempunyai ukuran mata yang berbeda-beda. Kantong terdiri dari dua bagian, pada umumnya bagian depan berukuran mata sekitar 14 mm, berjumlah sekitar 290 dan panjang sekitar 2,20 m. Bagian belakang kira kira memiliki ukuran mata 13 mm, dengan jumlah sekitar 770, dan panjang sekitar 4 m.
3. Badan (Shoulder)
Bagian badan jarring terletak di tengah-tengah antara kantong dan kedua sayap. Berbentuk bulat panjang berfungsi untuk melingkupi ikan yang sudah terperangkap agar masuk ke kantong. Badan terdiri atas bagian depan yang mempunyai ukuran mata yang lebih kecil daripada bagian belakang dan dengan panjang serta jumlah mata yang lebih banyak daripada bagian belakang.
Kedudukan pukat pantai di perairan sangat ditentukan oleh keberadaan pelampung dan pemberat pukat pantai.
1. Pemberat (Sinker)
Pemasangan pemberat pada umumnya ditempatkan pada bagian bawah alat tangkap. Fungsinya agar bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap pada posisinya meskipun mendapat pengaruh dari arus serta membantu membuka mulut jaring kearah bawah.
2. Pelampung (Floats)
Sesuai dengan namanya fungsi pelampung digunakan untuk memberi daya apung atau untuk mengapungkan dan merentangkan sayap serta membuka mulut jarring ke atas pada alat tangkap pukat pantai.
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas pukat pantai juga menggunakan tali temali. Tali tamali yang terdapat dalam pukat pantai ada tiga jenis, yaitu:
a)      Tali Penarik (Warps) dan Tali Goci (Bridles)
Terletak pada dua ujung sayap, berfungsi untuk menarik jaring pukat pantai pada setiap operasi penangkapan. Tali ini ditarik dari pantai oleh nelayan dengan masing-masing sayap ditarik oleh sekitar 13 nelayan atau tergantung dengan panjang dan besarnya pukat pantai.



b)      Tali Ris Atas (Lines)
Berfungsi sebagai tempat untuk melekatnya jaring pada bagian atas dan pelampung. Tali ini terletak pada kedua sayap
c)      Tali Ris Bawah (Ground Rope)
Tali ini berfungsi sebagai tempat melekatnya jaring pada bagian bawah dan pemberat. Tali ini terletak pada kedua sayap jarring.
3. Karakteristik Alat Tangkap Pukat Pantai
Alat tangkap pukat pantai termasuk jenis pukat yang berukuran besar. Banyak dikenal di daerah pantai utara Jawa, Madura, Cilacap, Pangandaran, Labuhan , Pelabukan Ratu, Maringge (Sumatra Selatan). Bentuknya seperti payang dan bersayap. Prinsip pengoperasianya adalah menelusuri dasar perairan dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai. Dalam pengoperasiannya pukat pantai yang berukuran bear memerlukan tenaga sampai puluhan orang lebih. Kantong pada pukat pantai biasanya berbentuk kerucut dan terbuat dari katun maupun bahan sintetis lain. Hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap pukat pantai biasanya jenis-jenis ikan pantai yang hidup di dasar dan termasuk juga jenis udang. Dalam pengoperasiannya kapal atau perahu yang digunakan bervariasi. Sampai sekarang penggunaan alat tangkap pukat pantai ini terus menerus mengalami perkembangan baik dalam halperubahan model maupun penyebaran atau distribusinya.
4. Bahan dan Spesifikasinya
Seperti yang telah disebutkan pada konstruksi maupun detail konstruksi, pada prinsipnya pukat pantai terdiri dari bagian-bagian kantong yang berbentuk kerucut yang bisa dibuat dari bahan waring, katun maupun bahan sintetis lain seperti waring karuna, nilon bahan dari plastic maupun polyethylene (PE). Bagian kaki atau sayap dibuat dari bahan benang katun atau bahan sintetis lainnya. Pada bagian atas mulut dan kaki diikatkan pelampung. Pelampung ini kebanyakan terbuat dari bahan sintetis yang bersifat mudah mengapung atau tidak tenggelam dan biasanya berbentuk silinder. Sedangkan pada ris bawah diikatkat pemberat yang bisa terbuat dari timah atau dapat pula digunakan rantai besi. Pada masa dahulu masih digunakan pemberat yang terbuat dari bahan liat maupun batu. Namun sekarang sudah jarang digunakan karena daya awetnya rendah.

2.2 Teknik Pengoprasian Alat Tangkap Pukat Pantai
Adapun teknik pengoprasian alat tangkap dari pukat pantai yang terdiri dari beberapa tahap seperti yang terlihat di bawah ini:
2.2.1 Tahap Persiapan
Kira-kira sebanyak 6 orang nelayan naik ke perahu yang ditambat di dekat pantai untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan bagi operasional penangkapan. Jaring dan tali disusun sedemikian rupa dengan dibantu para nelayan penarik untuk mempermudah operasi penangkapan terutama pada waktu penawuran (setting). Urut-urutan susunan alat dalam perahu mulai dari dasar adalah sebagai berikut : gulungan tali penarik I, sayap I, badan, kantong, sayap II dan teratas adalah gulungan tali penarik II. Diatur pula letak pelampung pada bagian sisi kanan menghadap kea rah laut dan pemberat di sebelah kiri menghadap kea rah pantai. Salah satu ujung tali hela (penarik) diikatkan pada patok kayu di pantai kemudian perahu dikayuh menjauhi pantai.
2.2.2 Tahap Penawuran (Setting)
Perahu dikayuh menjauhi pantai sambil menurunkan tali hela II yang ujungnya telah diikatkan pada patok di daratan pantai. Apabila syarat-syarat fishing ground telah ditemukan dan jarak sudah mencapai sekitar 700 m (sepanjang tali hela) dari pantai, perahu mulai bergerak ke kanan sambil menurunkan jaring. Penurunan jaring diusahakan agar membentuk setengah lingkaran menghadap garis pantai. Urutan penurunan dari perahu sebelah kiri berturut-turut sayap II, badan dan kantong serta sayap I, kemudian tali hela diulur sambil mengayuh perahu mendekati pantai dan pada saat mendekati pantai ujung tali penarik yang lain dilempar ke pantai dan diterima oleh sekelompok nelayan yang lain. Setelah kedua ujung tali penarik berada di pantai, masing-masing ujung ditarik oleh sekelompok nelayan yang berjumlah sekitar 13 orang per kelompok. Pada saat itu perahu kembali kelaut untuk mengambil tali kantong dan mengikuti jaring hingga ke pantai selama penarikan jaring.
Kecapatan perahu dalam menebarkan jaring dapat dihitung dengan mengetahui jarak yang telah ditempuh perahu dan lamanya waktu penebaran. Sedangkan kecepatan penawuran dapat diperoleh dengan menghitung panjang pukat pantai dibagi dengan lama penawuran.
2.2.3 Tahap Penarikan (Hauling)
Ketika ujung tali hela I telah sampai di pantai, penarikan jaribng dimulai. Jarak antara ujung tali penarik I dan II kurang lebih 500 m, masing-masing ditarik oleh nelayan berjumlah sekitar 13 orang. Sambil secara bertahap saling mendekat bersamaan dengan mendekatnya jarring ke pantai. Perpindahan dilakukan kira-kira sebanyak 4 kali dengan perpindahan ke 4 pergeseran dilakukan terus menerus hingga akhirnya bersatu. Ketika sayap mulai terangkat di bibir pantai, penarikan di komando oleh seorang mandor untuk mengatur posisi jarring agar ikan tidak banyak yang lepas. Bersamaan dengan itu perahu dikayuh menuju ujung kantong yang diberi tanda dengan bendera yang terpasang pada pelampung. Salah satu dari crew penebar mengikatkan kebo kaos pada bagian ujung kantong. Kebo kantong tersebut dimaksudkan sebagai tempat ikan hasil tangkapan agar jarring tidak rusak akibat terlalu banyak muatan. Sambil memegang kebo kaos tersebut nelayan berenang mengikuti jarring sampai ke pinggir pantai. Kecepatan penarikan dapat dihitung dengan cara membagi panjang keseluruhan dengan lamanya penarikan.
2.2.4 Tahap Pengambilan Hasil Tangkap
Sayap dan badan pukat pantai terus ditarik dan bila kedua bagian ini telah berada di daratan pantai, kantong ditarik dan hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong. Selanjutnya ikan yang jenisnya bermacam-macam tersebut disortir dengan memisahkan dan memasukkanya ke dalam keranjang tempat yang telah disediakan. Selain itu sebagian nelayan ada yang menaikkan tali penarik dan jating ke daratan untuk dirawat atau mempersiapkan pengoperasian tahap berikutnya.
2.3 Jenis Ikan Yang Tertangkap
Hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap pukat pantai terutama jenis-jenis ikan dasar atau jenis ikan demersal dan udang antara lain yaitu; pari (rays), cucut (shark),teri (stolepharus spp), bulu ayam (setipinna spp), beloso (saurida spp), manyung (arius spp), sembilang (plotosus spp), krepa (epinephelus spp), kerong-kerong (therapon spp), gerot-gerot (pristipoma spp), biji nangka (parupeneus spp), kapas-kapas (gerres spp), petek (leiognathus spp), ikan lidah dan sebelah (psettodidae), dan jenis jenis udang (shrimp).
Sedangkan untuk pembagian hasil tangkapan, hal ini sudah diatur sesuai dengan undang-undang no 16 tahun 1964 tentang pembagian hasil usaha perikanan tangkap untuk operasi penangkapan ikan di laut dengan menggunakan perahu layar, nelayan penggarap minimal mendapat 75% dari hasil usaha bersih.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
pukat pantai merupakan alat penangkapan ikan yang sedikit sulit dan tidak mudah di gunakan sendirian atau dua orang saja, karena Pengoperasiannya mebutuhkan kerja sama antara nelayan dengan cara melingkari gerombolan ikan dan menariknya ke darat/pantai melalui kedua bagian sayap tali selambar.
3.2 saran
Pembahasan mengenai penangkapan ikan dengan menggunakan pukat pantai  merupakan pembahasan yang diperlukan oleh mahasiswa khususnya kita mahasiswa fakultas peikanan dan ilmu kelautan, karena untuk menambah wawasannya.
Dalam penyusunan makalah ini tentu masih terdapat kekurangan , oleh sebab itu kami sebagai penyusun khususnya sangat  mengaharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penyusunan makalah-makalah berikutnya.









DAFTAR PUSTAKA

Anonimous.1976.FISHERMAN’S MANUAL.World Fishing. England.
Anonimous.1975.FAO CATALOGUE OF SMAIL SCALE FISHING GEAR.FAO of UN.
Ayodya.1975.FISHING METHODS DIKTAT KULIAH ILMU TEHNIK PENANGKAPAN IKAN. Bagian Penangkapan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
Subani dan Barus.1989. ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN UDANG LAUT DI INDONESIA. Balai Perikanan Laut. Jakarta.

Laporan Praktikum MENGIDENTIFIKASI ORGANISME AVERTEBRATA AIR DIKAWASAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO





Laporan Praktikum

MENGIDENTIFIKASI ORGANISME AVERTEBRATA AIR
DIKAWASAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN
KOTA GORONTALO


Oleh :
ASWIN IDRIS USMAN
632 414 013













UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANA
2015

KATA PENGANTAR
Ahamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur maka tiada lain yang patut penyusun puji selain Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, kesehatan dan keteguhan kepada penyusun sehungga dapat menyelesaikan laporan ini dengan judul “Mengidentifikasi Organisme Avertebrata Air di Kawasan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo” yang merupakan salah satu tugas mata kuliah biologi perikanan pada jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Gorontalo.
Dalam penyusunan laporan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin demi kesempurnaan laporan ini namun kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, amin.

Gorontalo,   Desember 2015


                                                                                    Penyusun






 


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Teluk Tomini adalah teluk terbesar di Indonesia dengan luas kuran lebih 6 juta hektar. Teluk Tomini berada digaris khatulistiwa yang terletak pada tiga daerah adminstrasi provinsi yaitu provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Teluk Tomini memiliki sumberdaya alam yang kaya  dan unik termasuk potensi kelautan dan perikanan namun eksplorsi sumberdaya masih belum memadai membutuhkan pengolahan secara professional (Fauzan, 2011 dalam Thalib, 2015).
Peranan avertebrata air secara langsung terkait dengan ikan adalah sebagai bahan makan, sebagai parasit ikan, sebagai pemangsa ikan, dan sebagai kompeterior ikan. Adapun manfaat avertebrata air bagi manusia yaitu sebagai bahan konsumsi, usaha budidaya, sebagai indikator biologis yaitu dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat pencemaran perairan misalnya cacing dari tubificiade dan larva chironomus
Avertebrata air adalah hewan air yang tidak mempunyai tulang belakang dan susunan pencernaannya terletak dibawah saluran pencernaan. Avertebrata air tebagi menjadi delapan filum yaitu: Porifera, Coelenterata, Echinodermata, Mollusca, Plathyhelmanthes, Nemalthelminthes, annelida dan Anthropoda.
1.2  Tujuan
Tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui organisme avertebrata air yang terdapat dikawsan Tteluk Tomoni Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo.
1.3  Manfaat
Dengan adanya praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui organisme yang berinteraksi dilingkungannya. dan bisa membedakan klasifikasi serta menambah wawasan mahasiswa hususnya perikanan dan ilmu kelautan.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Phylum Molusca
Mollusca (dalam bahasa Latin, Molluscus= Lunak) merupakan hewan yang bertubuh lunak. Tubuhnya lunak di lindungi oleh cangkang, meskipun ada juga yang tidak bercangkang. Hewan ini tergolong hewan triploblastik selomata. Umumnya hewan yang tergolong dalm filum ini memiliki cangkang, namun ada juga yang tidak memiliki cangkang. Cangkang filum hewan ini terbuat dari zat kapur. Umumnya cangkang pada hewan ini terdapat pada luar tubuh (Brotowidjojo, 1989).
A. ciri ciri molusca
Filum Mollusca merupakan salah satu anggota hewan invertebrata. Anggota filum ini antara lain remis, tiram, cumi-cumi, octopus dan siput. Berdasarkan kelimpahan spesiesnya Mollusca memiliki kelimpahan spesies terbesar disamping Arthropoda. Ciri umum yang dimiliki adalah:
2.        Tidak bersegmen kecuali monolacopora.
3.        Memiliki kepala yang jelas dengan organ reseptor kepala yang bersifat khusus.
4.        Pada permukaan ventral dinding tubuh terdapat kaki brotot yang secara umum digunakan untuk bergerak.
5.        Dinding tubuh sebelah dorsal meluas menjadi satu atau sepasang lipatan yaitu mantel atau pallium (Hala, 2007).
6.        Lubang anus dan ekskretori umumnya membuka ke dalam rongga mantel.
7.        Saluran pencernaan berkembang baik.
8.        Sebuah rongga bukal yang umumnya mengandung radula berbentuk seperti proboscis. Esophagus merupakan perkembangan dari stomodeum yang umumnya merupakan perkembangan dari stomodeum yang umumnya merupakan daerah khusus untuk menyimpan makanan dan fragmentasi.
9.        Pada daerah pertengahan saluran pencernaan terdapat ventirkulus (lambung) dan sepasang kelenjar pencernaan yaitu hati.
10.    Sedangkan daerah posterior saluran pencernaan terdiri dari usus panjang yang terakhir anus.
11.    Memiliki sistem peredaran darah dan jantung
12.    Pernafasan dengan insang, paru-paru atau keduanya.
13.    Hidup dilaut, air tawar, dan darat
14.    Memiliki kelamin terpisah, atau hemaprodit, ovipar atau ovovipar (Suwingnyo, 2005).
15.    Umumnya memiliki mantel yang dapat menghasilkan bahan cangkok berupa kalsium karbonat. Cangkok tersebut berfungsi sebagai rumah (rangka luar) yang terbuat dari zat kapur misalnya kerang, tiram, siput sawah dan bekicot. Namun ada pula Mollusca yang tidak memiliki cangkang, seperti cumi-cumi, sotong, gurita atau siput telanjang (Rusyana, 2011).
2.2 Phylum Echinodermata 
Echinodermata berasal dari kata Yunani: Echinos= duri, Derma= kulit: berarti hewan yang kulitnya berduri. Kelompok hewan ini meliputi Bintang laut (kelas Asteroidea), Bintang ular (kelas Ouphioroidea), Landak laut (kelas Echinoidea), Lilia laut (kelas Crinoidea), Mentimun laut atau Teripang laut (kelas Holothuroidea) di samping beberapa kelas yang telah punah (Suwignyo, 2005).
Echinodermata merupakan hewan laut yang hidup di pantai, tetapi kebanyakan di dasar laut. Hewan-hewan yang termasuk Echinodermata adalah hewan coelomata dengan simetri radial dengan pentamerous, di mana tubuh di bagi menjadi 5 bagian tersusun mengelilingi sumbu pusat, tetapi larvanya simetri bilateral. Tidak mempunyai kepala, memiliki endoskeleton berupa ossikula kalkareus, trbentuk dari mesodermis, terdapat pula spina eksternal yang dapat di gerakkan atau tidak. Organ respirasinya berupa insang kecil yang menyembul dari coelom. Tidak ada sistem pembuluh darah yang khusus, hanya di wakili oleh jaringan lakunar, tidak ada organ ekskresi (Suwignyo, 2005).
A.  Ciri-Ciri Umum
1.      Tubuh tak bersegmen, simetri radial (dewasa), simetri bilateral (larva), tubuh terbagi menjadi 5 belahan, bulat, silindris atau seperti bintang. 
2.      Triploblastik, endoderm berasal dari bagian mesoderm sehingga di sebut endo mesodermal.
3.      Tidak mempunyai kepala.
4.      Berangka dalam (endoskeleton).
5.      Mempunyai sistem saluran air.
6.      Mempunyai rongga tubuh (coelom) yang di sebut enterosolus; selom berisi sel-sel amubosit; pada tingkat larva selom berfungsi sebagai sistem saluran air.
7.      Sistem pecernaan makanan biasanya lengkap.
8.      Sistem respirasi: insang kulut, kaki tabung, pohon pernapasan, dinding tubuh, kloaka (kelas Holothuroidea), bursae (kelas Ouphiuroidea).
9.      Sistem peredaran darah terbatas dalam saluran selom.
10.  Sistem saraf tersusun atas cincin saraf yang melingkari bagian oral, bercabang-cabang ke arah radial.
11.  Organ sensoris kurang begitu berkembang, terdiri atas organ taktil, kemoreseptor, podia, ujung tentakel, photoreseptor, dan statokist.
12.  Tidak mempunyai organ eksresi.
13.  Alat kelaminnya terpisah (beberapa hemafrodit) dengan ukuran gonad besar, tunggal (kelas Holothuroidea), tetapi kebanyakan jumlahnya berlipat dengan saluran yang sederhana.
14.  Fertilisasi eksternal.
15.  Larvanya dapat berenang bebas, pada beberapa jenis di sertai metamorfosi
2.3  Fillum Crustasea
Crustacea merupakan fillum Arthropoda yang sebagian besar hidup di laut dan  bernapas dengan insang. Tubuhnya terbagi dalam kepala (cephalo), dada (thorax), dan  perut (abdomen). Kepala dan dada bergabung membentuk kepala-dada (chepalothorax). Kepalanya biasanya terdiri dari lima ruas yang tergabung menjadi satu. Mereka mempunyai dua pasang antena, sepasang mandibel (mandible) atau rahang dan dua  pasang maksila (maxilla). Beberapa diantaranya digunakan untuk berjalan. Ruas abdomen biasanya sempit dan lebih mudah bergerak dari padakepala dan dada. Ruas-ruas tersebut mempunyai embelan yang ukurannya sering mengecil (Nontji, 1993).
A.    Ciri-Ciri Crustasea
Crustacea mempunyai kulit (cangkang) yang keras disebabkan adanya endapan kalsium karbonat pada kutikula. Semua atau sebagian ruas tubuh mengandung apendik yang aslinya biramus. Bernapas dengan insang atau seluruh permukaan tubuh. Kelenjar antena (kelenjar hijau) atau kelenjar maxilla merupakan alat ekskresi. Kecuali jenis- jenis tertentu, crustacea pada umumnya dioecious, pembuahan di dalam. Sebagian besar mengerami telurnya. Tipe awal larva crustacea pada dasarnya adalah larva nauplius yang berenang bebas sebagai plankton (Ghufronet al, 1997).
B.      Habitat Crustasea
Crustacea dapat hidup dari berbagai habitat baik di air tawar, laut, dan daratan. Jenis-jenis yang hidup di darat umumnya membuat lubang dan ada jenis-jenis tertentu yang hidup di puncak poho. Kehidupan yang dijalaninya juga amat beragam seperti plankton, bentos, epizon dan parasit (Aslan dkk, 2010).



 
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum dilaksanankan pada hari Rabu tanggal 16 Desember 2015 pukul 07.30 WITA. sampai dengan selesai bertempat dikawasan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan, Kota Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
A.    Alat
Tabel 1. Alat yang digunakan saat praktikum
NO
Alat
Fungsi
1
Tali rapia
Untuk membuat transek.
2
Patok kayu
Sebagai alat untuk menahan talirapia dalam pembuatan transek.
3
Meteran
Untuk mengukur dalam pembuatan transek.
4
ATM
Untuk mencatat data yang diperoleh.
5
Kamera
Untuk mengmbil dokumentasi.
6
Sabak(papan ujian komputer)
Sebagai alas untuk mencatat data.

B.     Bahan
Bahan yang menjadi tempat praktikum yakni Perairan teluk tomini Kelurahan Leato Selatan dengan berbagai macam hewan avertebrata air yang ada ditransek.



3.2 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan saat praktikum adalah sebagai berikut:
a.       Setiap prerorangan  praktikum memasang patok, kemudian patok tersebut diikat dengan tali rafia sehingga berbentuk persegi dengan ukuran 20 x 20  meter.
b.      Kemudian setiap praktikum mencari organisme avertebrata perairan di lokasi praktek.
c.       Setiap perorangan praktukum melakukan identifikasi organisme perairan (avertebrata air) yang di temui di lakasi praktek dan mengklasifikasi organisme avertebrata air yang di temui sesui dengan filim serta kelasnya.( hitung jumlah orgasime).
d.      Kemudian menjelaskan ciri ciri, cara hdup, habitat hidup organisme yang di temui. Menjelaskan peranan organisme perairan organisme perairan yang di temui khususnya dalam bidang periikanan.
e.       Semua data hasil pengamatan pada lokasi dimasukan pada bab hasil dan pembahasan sesuai dengan bidangnya. Serta mendokumentasikan serta menggambar setiap specimen yang anda temui dilokasi praktek






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diperairan leato selatan kota gorontalo dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Organisme yang ditemukan
NO
Organisme
Jumlah


1





1



2




1



3




2


4.1 Pembahasan
4.2.1Bintang Ular
Menurut Amir dan Budiyanto, (1996), klasifikasi bintang ular yaitu :
Kingdom : Animalia
            Phylum : Echinodermata
                        Class    : Ophiuroidea
                                    Ordo    : Valvatida
                                                Family : Ophiuridae
                                                            Genus : Ophiolepsis
                                                                        Spesies : Ophiolepsis sp
Bintang ular adalah hewan dari filum Echinodermata, yang memiliki hubungan dekat dengan bintang laut. Mereka berjalan di dasar laut dengan menggunakan lengan fleksibel mereka untuk bergerak. Bintang ular umumnya memiliki lima lengan berbentuk seperti cambuk yang panjangnya bisa mencapai 60 cm (2 kaki) pada spesimen terbesar.Ada sekitar 1.500 spesies bintang ular yang hidup sekarang, dan mereka kebanyakan ditemukan pada kedalaman lebih dari 500 meter (1.620 kaki) (Karta jaya, 2012)
a.      Ciri-ciri
1.      Hewan ini jenis tubuhnya memiliki 5 lengan yang panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa digerak-gerakkan sehingga menyerupai ular.
2.      Mulut dan madreporitnya terdapat di permukaan oral.
3.      Hewan ini tidak mempunyai amburakal dan anus, sehingga sisa makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara dimuntahkan melalui mulutn ya.
4.      Hewan ini hidup di laut yang dangkal atau dalam.
5.      Biasanya bersembunyi di sekitar batu karang, rumput laut, atau mengubur diri di lumpur/pasir, dia sangat aktif di malam hari,
6.      Makanannya adalah udang, kerang atau serpihan organisme lain (sampah).
b.      Habitat
Bintang ular dapat ditemukan pada perairan besar, dari kutub sampai tropis. Berdasarkan fakta, lili laut, teripang, dan bintang ular merajai dasar laut pada kedalaman lebih dari 500 meter, di seluruh dunia. Basket star biasanya terdapat di wilayah yang lebih dalam (Karta jaya 2012).
Berdasarkan praktukum yang ada, dimana bintang ular dapat kami temukan didasar laut pada kedalaman setinggi lutut orang dewasa. yang menempel dibalik karang, berjumlah 1 ekor bintang laut.
4.2.2 Bulu babi
Menurut Kastoro dan Rohmintarto (1980), Berdasarkan taksonomi, bulu babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum   : Echinodermata
Kelas   : Echinoidea
            Subkelas : Euchinoidea
                        Ordo : Cidaroidea
                                    Famili  : Diadematidae
                                                Genus  : Diadem
                                                            Spesies : Diadema setosu
Tubuh bulu babi sendiri terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian oral, aboral, dan bagian diantara oral dan aboral. Pada bagian tengah sisi aboral terdapat sistem apikal dan pada bagian tengah sisi oral terdapat sistem peristomial. Lempeng-lempeng ambulakral dan interambulakral berada diantara sistem apikal dan sistem peristomial. Di tengah-tengah sistem apikal dan sistem peristomial termasuk lubang anus yang dikelilingi oleh sejumlah keping anal (periproct) termasuk diantaranya adalah keping-keping genital. Salah satu diantara keping genital yang berukuran paling besar merupakan tempat bermuaranya sistem pembuluh air (waste vascular system). Sistem ini menjadi cirri khas Filum Echinodermata, berfungsi dalam pergerakan, makan, respirasi, dan ekskresi. Sedangkan pada sistem peristomial terdapat pada selaput kulit tempat menempelnya organ “lentera aristotle”, yakni semacam rahang yang berfungsi sebagai alat pemotong dan penghancur makanan. Organ ini juga mampu memotong cangkang teritip, molusca ataupun jenis bulu babi lainnya. Di sekitar mulut bulu babi beraturan kecuali ordo Cidaroidea terdapat lima pasang insang yang kecil dan berdinding tipis. Tubuh bulu babi memiliki satu rongga utama yang berisi lentera aristoteles dan organ pencernaan. Lentera aristoteles terdiri dari lima buah gigi yang disatukan oleh suatu substansi berkampur dan dikelilingi oleh otot pengulur dan penarik. otot ini berperan mengatur pergerakan gigi. Lentera aristoteles berfungsi seperti mulut dan gigi yang bertugas mengambil, memotong dan menghaluskan makanan, Esophagus, usus halus, usus besar dan anus tersusun melingkari lentera aristoteles membentuk suatu sistem pencernaan.
c.       Habitat
            Bulu babi hidup di ekosistem terumbu karang (zona pertumbuhan alga) dan lamun. Bulu babi ditemui dari daerah intertidal sampai kedalaman 10 m dan merupakan penghuni sejati laut dengan batas toleransi salinitas antara 30-34 ‰ (Aziz 1995 dalam Hasan 2002). Hyman (1955) dalam Ratna (2002) menambahkan bahwa bulu babi termasuk hewan benthonic, ditemui di semua laut dan lautan dengan batas kedalaman antara 0-8000 m.
Karena echinoide memiliki kemampuan beradaptasi dengan air payau lebih rendah dibandingkan invertebrate lain. Kebanyakan bulu babi beraturan hidup pada substrat yang keras, yakni batu-batuan atau terumbu karang dan hanya sebagian kecil yang menghuni substrat pasir dan Lumpur, karena pada kondisi demikian kaki tabung sulit untuk mendapatkan tempat melekat.
Golongan tersebut khusus hidup pada teluk yang tenang dan perairan yang lebih dalam, sehingga kecil kemungkinan dipengaruhi ombak. Dalam penelitian Gunarto dan Setiabudi (2002) dilaporkan bahwa perkembangan gonad bulu babi pada musim kemarau tidak dalam satu stadium, tetapi terdapat gonad dlam periode berkembang, matang, pijah.
4.3 udang
a)  Klasifikasi
Phylum: arthropoda
Sub phylum: mandibulata
Class: crustaceae
Devisi: malacostraca
Ordo: decapoda
Sub ordo: natanita
Family: panaeidae
Sub family :panaeidae
Genus: penaeus
Species:penaeus monodon
            Udang windu memiliki kulit tubuh yang keras dari bahan chitin. Warna sekujur tubuhnya hijau kebiruan dengan motif lereng besar. Udang windu dikenal sebagai black tiger, istilah tiger ini muncul karena corak tubuhnya berupa garis-garis loreng mirip harimau, tetapi warnanya hijau kebiruan. Nama ilmiah udang windu penaeus monodon. Udang ini termasuk crustacean (udang-udangan) dan dikelompokan sebagai udang laut atau udang penaide bersama dengan jenis udang lainya, seperti udang putih atau udang jrebung, udang werus atau udang dogol,udang jari dan udang kembang.
b)      Morfologi
Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagianbadan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing (Rizal , 2009).

c)      Habitat
Udang hidup disemua jenis habitat perairan dengan 89% diantaranya hidup di perairan laut, 10% diperairan air tawar dan 1% di perairan teresterial (Abele, 1982).
Di lokasi praktikum udang kami temukaan pada sela-sela batu karang yang hanya berjumlah 2 ekor udang.













BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
            Dari pembahasan diatas dapat saya simpulkan bahwa, ternyata organisme yang terdapat dipantai teluk tomini kelurahan leato kota gorontalo. Yaitu jenis organisme seperti bulu babi, bintang laut, udang yang ditemukan menempel pada karang yang hidup didasar laut tersebut.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan pratikum ini kita harus benar-benar teliti dalam identifikasi ini, agar tidak terjadi kesalahan saat membuat laporan hasil pratikum. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya terutama untuk mahasiswa UNG Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.











DAFTAR PUSTAKA
Azis 1995, habitat bulu babai, sekolah tinggi teknologi kelautan ( STITEK).
Brotowidjoyo, Mukayat. 1989. Zoologi Dasar. Yogyakarta: Erlangga
Hala,Yusminah. 2007. Dasar Biologi Umum II. Makassar: Alauddin Press.
Hyman. 1955, habitat bulu babai, sekolah tinggi teknologi kelautan (STITEKSuwignyo, Sugianti. 2005. Avertebrata Air. Jakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Thalib, R. 2015. Pertumbuhan dan Struktur Umur Ikan Layang yang di Daratkan Di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kota Gorontalo. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan .Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Negeri Gorontalo.
Rusmiyati, S.2013. pintar budidaya udang windu.pustaka baru press. seri peternakan moderen